MASALAH MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
Nama : Rachma Sisca Wardani
Kelas :3PA11
NPM : 18514676
Kasus Freeport
Indonesia ini kaya akan hasil petambangannya dan warga
Negara Indonesia ini kurang mengetahui itu. Pada awal ditemukannya pertambangan
ini adalah yakni pada masa penjajahan Belanda silam. Lembaga Geografi Kerajaan
Belanda atau yang disebut KNAG ini menjalankan ekspedisi pertama mereka di
wilayah Papua dan Johan Carstensz ini berhasil membuat catatan tentang
pegunungan salju di Papua. Di tulis dalam catatannya tersebut di dalam pulau
Papua ini terdapat gunung yang dilapisi salju berkilau dibagian-bagiannya.
Banyak orang yang tidak percaya atau bahkan menertawakan catatan carstenzs ini.
Akhirnya pada tahun 1930 seorang pegawai minyak di NNGPM yang bernama Colija
dan Dozy merencanakan sebuah ekspedisi untuk mencapai puncak gunung di Papua
itu yang terdapat di dalam buku catatan Carstensz. Dan dari ekspidisi inilah
menjadi awal pembukaan pertambangan di daerah Papua. Pada tahun 1936 inilah
Jean Jacques Dozy pegawai minyak di NNGPM ini menemukan cadangan Ertsberg
(gunung bijih). Dan dalam perjalanannya Jean Jacques Dozy ini bertemu dengan
Jan Van Gruisen yakni seorang Managing Director Perusahaan Oost Maatchappiji
yang mengeksplor batu bara di Kalimantan Timur dan Sulawesi Tenggara. Dozy
memberitahukan kepada Van Gruisen bahwa ia menemukan gunung bijih Ertsberg yang
akan dilakukan penilaian. Lalu Van Gruisen ini bertemu dengan Forbes Wilson
yakni kepala eksplorasi Perusahaan Freeport Sulphur Company yang mengeksplor
tambang belerang di bawah laut. Van Gruisen memberitahukan kepada Wilson bahwa
telah ditemukan gunung bijih tersebut dan akhirnya Wilson bersedia mendanai
panilaian gunung bijih Etrsberg tersebut atsa saran Van Gruisen.
Setelah merdeka pada awal periode pemerintahan Soeharto,
Indonesia ini mengalami perekonomian yang kurang baik. Akhirnya Soeharto segera
mengambil kebijakan yang nyata untuk meningkatkan pembangunan ekonomi dan namun
dengan kondisi ekonomi nasional yang terbatas setelah penggantian kekuasaan,
pemerintah segera mengambil langkah strategis dengan mengeluarkan Undang-undang
Modal Asing (UU No. 1 Tahun 1967). Pimpinan tertinggi Freeport pada masa itu
yang bernama Langbourne William melihat peluang untuk meneruskan proyek
Ertsberg. Dia bertemu Julius Tahija yang pada jaman Presiden Soekarno memimpin
perusahaan Texaco dan dilanjutkan pertemuan dengan Jendral Ibnu Sutowo, yang
pada saat itu menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Perminyakan Indonesia.
Inti dalam pertemuan tersebut adalah permohonan agar Freeport dapat meneruskan
proyek Ertsberg. Akhirnya dari hasil pertemuan demi pertemuan yang panjang
Freeport mendapatkan izin dari pemerintah untuk meneruskan proyek tersebut pada
tahun 1967. Itulah Kontrak Karya Pertama Freeport (KK-I). Kontrak karya
tersebut merupakan bahan promosi yang dibawa Julius Tahija untuk memperkenalkan
Indonesia ke luar negeri dan misi pertamanya adalah mempromosikan Kebijakan
Penanaman Modal Asing ke Australia.
Sebelum 1967 wilayah Timika adalah hutan belantara. Pada
awal Freeport mulai beroperasi, banyak penduduk yang pada awalnya
berpencar-pencar mulai masuk ke wilayah sekitar tambang Freeport sehingga
pertumbuhan penduduk di Timika meningkat. Tahun 1970 pemerintah dan Freeport secara
bersama-sama membangun rumah-rumah penduduk yang layak di jalan Kamuki.
Kemudian dibangun juga perumahan penduduk di sekitar selatan Bandar Udara yang
sekarang menjadi Kota Timika. Pada tahun 1971 Freeport membangun Bandar Udara
Timika dan pusat perbekalan, kemudian juga membangun jalan-jalan utama sebagai
akses ke tambang dan juga jalan-jalan di daerah terpencil sebagai akses ke
desa-desa Tahun 1972, Presiden Soeharto menamakan kota yang dibangun secara
bertahap oleh Freeport tersebut dengan nama Tembagapura. Pada tahun 1973
Freeport menunjuk kepala perwakilannya untuk Indonesia sekaligus sebagai
presiden direktur pertama Freeport Indonesia adalah Ali Budiarjo, yang
mempunyai latar belakang pernah menjabat Sekretaris Pertahanan dan Direktur
Pembangunan Nasional pada tahun 1950-an, suami dari Miriam Budiarjo yang juga
berperan dalam beberapa perundingan kemerdekaan Indonesia, sebagai sekretaris
delegasi Perundingan Linggarjati dan anggota delegasi dalam perjanjian
Renville.
Pelanggaran Kode Etik oleh Ketua DPR RI
Kasus pelanggaran kode etik oleh ketua DPR RI ini mencuat ke
publik sejak tersebarnya suatu rekaman yang diduga itu adalah rekaman pertemuan
antara ketua DPR RI yakni Setya Novanto beserta dengan seorang pengusaha migas
yang bernama Muhammad Reza Chalid dan juga Presiden Direktur PT Freeport
Indonesia Maroef Sjamsuddin di Pasific Place 8 Juni 2015 lalu. Dalam pertemuan
tersebut Setya Novanto menjanjikan bisa membantu perpanjangan kontrak Freeport
di Papua yang berakhir pada 2021. Imbalannya, ia meminta 20 persen saham untuk
presiden dan wakil presiden. Dia sendiri meminta 49 persen saham Pembangkit
Listrik Tenaga Air Urumuka di Paniai, Papua.
Pertemuan tersebut mencuat ketika Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral Sudirman Said menyerahkan transkrip pembicaraan pertemuan Setya
Novanto itu kepada Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat. Diduga rekaman
ini sengaja direkam oleh Presiden Direktur dari PT Freeport yakni Maroef
Sjamsuddin untuk bukti pribadinya saja dan ternyata rekaman ini bocor dan terpublikasikan.
Dalam rekaman tersebut mereka sedang membahas tentang kelanjutan proyek PT
Freeport dan dalam rekaman tersebut Ketua DPR RI ini mencatutkan nama Presiden
Jokowi dan juga Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam negoisasi mereka. Dalam
rekaman saya dengarkan tersebut, Ketua DPR RI yakni Setya Novanto memang
melanggar kode etik Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia yang terdapat di dalam
Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015.
Menurut pendapat saya, Ketua DPR RI Setya Novanto ini suah melanggar beberapa
pasal dalam Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2015 ini. Yang pertama adalah pada
pasal 3 yakni mengenai integritas yang isinya pada ayat 1 : anggota harus
menghindari perilaku tidak pantas atau tidak patut yang dapat merendahkan citra
dan kehormatan DPR baik di dalam gedung DPR maupun di luar gedung DPR menurut
pandangan etika dan norma yang berlaku dalam masyarakat, pada ayat, pada ayat 2
: anggota sebagai wakil rakyat memiliki pembatasan pribadi dalam bersikap,
bertindak, dan berperilaku, pada ayat 3 : anggota dilarang memasuki tempat
prostitusi, perjudian, dan tempat lain yang dipandang tidak pantas secara
etika, moral, dan norma yang berlaku umum di masyarakat, kecuali untuk
kepentingan tugasnya sebagai Anggota DPR dalam wilayah Negara Kesatuan RepubIik
Indonesia, pada ayat 4 : anggota harus menjaga nama baik dan kewibawaan DPR,
pada ayat 5 : anggota dilarang meminta dan menerima pemberian atau hadiah
selain dari apa yang berhak diterimanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurut saya, dalam pasal ini Setya Novanto sudah melanggar ayat 1, 2, 4 dan
jika benar ia menerima suap dari PT Freeport maka ia juga bisa melanggar ayat
5. Yang kedua adalah pasal 4 yakni mengenai hubungan mitra kerja yang isinya
pada ayat 1 : anggota harus bersikap profesional dalam melakukan hubungan
dengan Mitra Kerja, pada ayat 2 : anggota dilarang melakukan hubungan dengan
Mitra Kerjanya untuk maksud tertentu yang mengandung potensi korupsi, kolusi
dan nepotisme.
Analisis
Menurut saya, kasus ini perlu ditindak lanjuti dengan teliti
karena ini menyangkut aset sumber daya alam Indonesia. PT Freeport ini
merupakan perusahaan yang terbesar di Indonesia dan juga di dunia dan pastinya
mereka juga tidak akan ragu memberikan dana yang lebih untuk supaya kontrak
mereka dapat diperpanjang lagi.
Setya Novanto sebagai ketua DPR RI seharusnya lebih bisa
menjaga etikanya saat berhubungan dengan mitra kerja apalagi dengan perusahaan
swasta, jangan sampai menimbulkan prasangka-prasangka buruk terhadapnya. Dan
juga saat ia berada dalam pertemuan yang dihadiri oleh Presiden Direktur PT
Freeport dan juga pengusaha perusahaan migas seharusnya ia tidak perlu
menegoisasi seperti itu karena ia tidak memiliki andil untuk mencatut nama
Presiden dan Wakl Presiden ke dalam negoisasi mereka dan juga ia tidak
mempunyai andil untuk meminta saham kepada PT Freeport seperti yang dijelaskan
di atas tadi. Jika hal ini di setujui oleh Presiden Direktur PT Freeport maka
ia bisa dikatakan melakukan hal yang bersifat korupsi. Karena ia memanfaatkan
peluang dari negoisasi ini untuk keuntungan dirinya. Dan jika benar seperti itu
maka ia bisa dikatakan sangat melanggar kode etik pada Peraturan Dewan
Perwakilan Rakyat Nomor 1 Tahun 2015. Pada kasus Donald Trump juga ia dikatakan
melanggar beberapa kode etik pada Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Nomor 1
Tahun 2015 dan tindakannya itu sangat mempermalukan martabat Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia.
Mengenai laporan Menteri ESDM terhadap Ketua DPR RI kepada
MKD ini juga perlu ditinjau kembali. Karena ada beberapa pelaporan yang kurang
dibuka oleh Meteri ESDM tersebut. Dan tindakan penyadapan tersebut menurut saya
tidak sepenuhnya buruk karena pada dasarnya Menteri ESDM kita sejak awal
meminta kepada Presiden Direktur PT Freeport supaya tidak lost contact
dengannya dan juga ia meminta bahwa semua putusan-putusan yang diambil saat
bertemu dengan berbagai orang yang bekerja sama dengan PT Freeport supaya
direkam agar tidak Menteri ESDM tau segalanya dan supaya tidaka ada atau
menjauhkan dari orang-orang yang mau mengambil kesempatan untuk keuntungan
dirinya sendiri. Kabar terbaru dari Menteri ESDM ia mengemukakan bahwa dirinya
sudah tidak ada urusan dengan Setya Novanto sejak ia melaporkan kasus tersebut
kepada MKD.
http://ekarahmayuliani.web.unej.ac.id/2015/12/16/analisis-konflik-politik-kasus-pt-freeport-papua/