Selasa, 24 Januari 2017

masalah manajemen sumber daya manusia



MASALAH MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

Nama      : Rachma Sisca Wardani
Kelas       :3PA11
NPM        : 18514676
Bottom of Form
Kasus Freeport
Indonesia ini kaya akan hasil petambangannya dan warga Negara Indonesia ini kurang mengetahui itu. Pada awal ditemukannya pertambangan ini adalah yakni pada masa penjajahan Belanda silam. Lembaga Geografi Kerajaan Belanda atau yang disebut KNAG ini menjalankan ekspedisi pertama mereka di wilayah Papua dan Johan Carstensz ini berhasil membuat catatan tentang pegunungan salju di Papua. Di tulis dalam catatannya tersebut di dalam pulau Papua ini terdapat gunung yang dilapisi salju berkilau dibagian-bagiannya. Banyak orang yang tidak percaya atau bahkan menertawakan catatan carstenzs ini. Akhirnya pada tahun 1930 seorang pegawai minyak di NNGPM yang bernama Colija dan Dozy merencanakan sebuah ekspedisi untuk mencapai puncak gunung di Papua itu yang terdapat di dalam buku catatan Carstensz. Dan dari ekspidisi inilah menjadi awal pembukaan pertambangan di daerah Papua. Pada tahun 1936 inilah Jean Jacques Dozy pegawai minyak di NNGPM ini menemukan cadangan Ertsberg (gunung bijih). Dan dalam perjalanannya Jean Jacques Dozy ini bertemu dengan Jan Van Gruisen yakni seorang Managing Director Perusahaan Oost Maatchappiji yang mengeksplor batu bara di Kalimantan Timur dan Sulawesi Tenggara. Dozy memberitahukan kepada Van Gruisen bahwa ia menemukan gunung bijih Ertsberg yang akan dilakukan penilaian. Lalu Van Gruisen ini bertemu dengan Forbes Wilson yakni kepala eksplorasi Perusahaan Freeport Sulphur Company yang mengeksplor tambang belerang di bawah laut. Van Gruisen memberitahukan kepada Wilson bahwa telah ditemukan gunung bijih tersebut dan akhirnya Wilson bersedia mendanai panilaian gunung bijih Etrsberg tersebut atsa saran Van Gruisen.
Setelah merdeka pada awal periode pemerintahan Soeharto, Indonesia ini mengalami perekonomian yang kurang baik. Akhirnya Soeharto segera mengambil kebijakan yang nyata untuk meningkatkan pembangunan ekonomi dan namun dengan kondisi ekonomi nasional yang terbatas setelah penggantian kekuasaan, pemerintah segera mengambil langkah strategis dengan mengeluarkan Undang-undang Modal Asing (UU No. 1 Tahun 1967). Pimpinan tertinggi Freeport pada masa itu yang bernama Langbourne William melihat peluang untuk meneruskan proyek Ertsberg. Dia bertemu Julius Tahija yang pada jaman Presiden Soekarno memimpin perusahaan Texaco dan dilanjutkan pertemuan dengan Jendral Ibnu Sutowo, yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Perminyakan Indonesia. Inti dalam pertemuan tersebut adalah permohonan agar Freeport dapat meneruskan proyek Ertsberg. Akhirnya dari hasil pertemuan demi pertemuan yang panjang Freeport mendapatkan izin dari pemerintah untuk meneruskan proyek tersebut pada tahun 1967. Itulah Kontrak Karya Pertama Freeport (KK-I). Kontrak karya tersebut merupakan bahan promosi yang dibawa Julius Tahija untuk memperkenalkan Indonesia ke luar negeri dan misi pertamanya adalah mempromosikan Kebijakan Penanaman Modal Asing ke Australia.
Sebelum 1967 wilayah Timika adalah hutan belantara. Pada awal Freeport mulai beroperasi, banyak penduduk yang pada awalnya berpencar-pencar mulai masuk ke wilayah sekitar tambang Freeport sehingga pertumbuhan penduduk di Timika meningkat. Tahun 1970 pemerintah dan Freeport secara bersama-sama membangun rumah-rumah penduduk yang layak di jalan Kamuki. Kemudian dibangun juga perumahan penduduk di sekitar selatan Bandar Udara yang sekarang menjadi Kota Timika. Pada tahun 1971 Freeport membangun Bandar Udara Timika dan pusat perbekalan, kemudian juga membangun jalan-jalan utama sebagai akses ke tambang dan juga jalan-jalan di daerah terpencil sebagai akses ke desa-desa Tahun 1972, Presiden Soeharto menamakan kota yang dibangun secara bertahap oleh Freeport tersebut dengan nama Tembagapura. Pada tahun 1973 Freeport menunjuk kepala perwakilannya untuk Indonesia sekaligus sebagai presiden direktur pertama Freeport Indonesia adalah Ali Budiarjo, yang mempunyai latar belakang pernah menjabat Sekretaris Pertahanan dan Direktur Pembangunan Nasional pada tahun 1950-an, suami dari Miriam Budiarjo yang juga berperan dalam beberapa perundingan kemerdekaan Indonesia, sebagai sekretaris delegasi Perundingan Linggarjati dan anggota delegasi dalam perjanjian Renville.
Pelanggaran Kode Etik oleh Ketua DPR RI
Kasus pelanggaran kode etik oleh ketua DPR RI ini mencuat ke publik sejak tersebarnya suatu rekaman yang diduga itu adalah rekaman pertemuan antara ketua DPR RI yakni Setya Novanto beserta dengan seorang pengusaha migas yang bernama Muhammad Reza Chalid dan juga Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin di Pasific Place 8 Juni 2015 lalu. Dalam pertemuan tersebut Setya Novanto menjanjikan bisa membantu perpanjangan kontrak Freeport di Papua yang berakhir pada 2021. Imbalannya, ia meminta 20 persen saham untuk presiden dan wakil presiden. Dia sendiri meminta 49 persen saham Pembangkit Listrik Tenaga Air Urumuka di Paniai, Papua.
Pertemuan tersebut mencuat ketika Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said menyerahkan transkrip pembicaraan pertemuan Setya Novanto itu kepada Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat. Diduga rekaman ini sengaja direkam oleh Presiden Direktur dari PT Freeport yakni Maroef Sjamsuddin untuk bukti pribadinya saja dan ternyata rekaman ini bocor dan terpublikasikan. Dalam rekaman tersebut mereka sedang membahas tentang kelanjutan proyek PT Freeport dan dalam rekaman tersebut Ketua DPR RI ini mencatutkan nama Presiden Jokowi dan juga Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam negoisasi mereka. Dalam rekaman saya dengarkan tersebut, Ketua DPR RI yakni Setya Novanto memang melanggar kode etik Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia yang terdapat di dalam Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015. Menurut pendapat saya, Ketua DPR RI Setya Novanto ini suah melanggar beberapa pasal dalam Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2015 ini. Yang pertama adalah pada pasal 3 yakni mengenai integritas yang isinya pada ayat 1 : anggota harus menghindari perilaku tidak pantas atau tidak patut yang dapat merendahkan citra dan kehormatan DPR baik di dalam gedung DPR maupun di luar gedung DPR menurut pandangan etika dan norma yang berlaku dalam masyarakat, pada ayat, pada ayat 2 : anggota sebagai wakil rakyat memiliki pembatasan pribadi dalam bersikap, bertindak, dan berperilaku, pada ayat 3 : anggota dilarang memasuki tempat prostitusi, perjudian, dan tempat lain yang dipandang tidak pantas secara etika, moral, dan norma yang berlaku umum di masyarakat, kecuali untuk kepentingan tugasnya sebagai Anggota DPR dalam wilayah Negara Kesatuan RepubIik Indonesia, pada ayat 4 : anggota harus menjaga nama baik dan kewibawaan DPR, pada ayat 5 : anggota dilarang meminta dan menerima pemberian atau hadiah selain dari apa yang berhak diterimanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menurut saya, dalam pasal ini Setya Novanto sudah melanggar ayat 1, 2, 4 dan jika benar ia menerima suap dari PT Freeport maka ia juga bisa melanggar ayat 5. Yang kedua adalah pasal 4 yakni mengenai hubungan mitra kerja yang isinya pada ayat 1 : anggota harus bersikap profesional dalam melakukan hubungan dengan Mitra Kerja, pada ayat 2 : anggota dilarang melakukan hubungan dengan Mitra Kerjanya untuk maksud tertentu yang mengandung potensi korupsi, kolusi dan nepotisme.

Analisis
Menurut saya, kasus ini perlu ditindak lanjuti dengan teliti karena ini menyangkut aset sumber daya alam Indonesia. PT Freeport ini merupakan perusahaan yang terbesar di Indonesia dan juga di dunia dan pastinya mereka juga tidak akan ragu memberikan dana yang lebih untuk supaya kontrak mereka dapat diperpanjang lagi.
Setya Novanto sebagai ketua DPR RI seharusnya lebih bisa menjaga etikanya saat berhubungan dengan mitra kerja apalagi dengan perusahaan swasta, jangan sampai menimbulkan prasangka-prasangka buruk terhadapnya. Dan juga saat ia berada dalam pertemuan yang dihadiri oleh Presiden Direktur PT Freeport dan juga pengusaha perusahaan migas seharusnya ia tidak perlu menegoisasi seperti itu karena ia tidak memiliki andil untuk mencatut nama Presiden dan Wakl Presiden ke dalam negoisasi mereka dan juga ia tidak mempunyai andil untuk meminta saham kepada PT Freeport seperti yang dijelaskan di atas tadi. Jika hal ini di setujui oleh Presiden Direktur PT Freeport maka ia bisa dikatakan melakukan hal yang bersifat korupsi. Karena ia memanfaatkan peluang dari negoisasi ini untuk keuntungan dirinya. Dan jika benar seperti itu maka ia bisa dikatakan sangat melanggar kode etik pada Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Nomor 1 Tahun 2015. Pada kasus Donald Trump juga ia dikatakan melanggar beberapa kode etik pada Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Nomor 1 Tahun 2015 dan tindakannya itu sangat mempermalukan martabat Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Mengenai laporan Menteri ESDM terhadap Ketua DPR RI kepada MKD ini juga perlu ditinjau kembali. Karena ada beberapa pelaporan yang kurang dibuka oleh Meteri ESDM tersebut. Dan tindakan penyadapan tersebut menurut saya tidak sepenuhnya buruk karena pada dasarnya Menteri ESDM kita sejak awal meminta kepada Presiden Direktur PT Freeport supaya tidak lost contact dengannya dan juga ia meminta bahwa semua putusan-putusan yang diambil saat bertemu dengan berbagai orang yang bekerja sama dengan PT Freeport supaya direkam agar tidak Menteri ESDM tau segalanya dan supaya tidaka ada atau menjauhkan dari orang-orang yang mau mengambil kesempatan untuk keuntungan dirinya sendiri. Kabar terbaru dari Menteri ESDM ia mengemukakan bahwa dirinya sudah tidak ada urusan dengan Setya Novanto sejak ia melaporkan kasus tersebut kepada MKD.

http://ekarahmayuliani.web.unej.ac.id/2015/12/16/analisis-konflik-politik-kasus-pt-freeport-papua/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

# SIP CBIS dan DATA

A.   CBIS dan DATA 1.    DEFISINI CBIS ( COMPUTER BASED INFORMATION SYSTEM ) Ø   Definisi CBIS menurut para ahli adalah sebagai ber...