Nama : Rachma Sisca Wardani
Kelas : 3 PA 11
NPM : 18514676
Masalah SDM pada PT. Ruyung
Karya Mandiri
Dalam
menjalani karirnya sebagai HR di PT. Ruyung Karya Mandiri, Pak Aswani
menyampaikan bahwa banyak masalah yang ia hadapi terkait dengan hubungan dengan
kepegawaian diantaranya banyak karyawan yang pindah kerja, dan pak Asmawi
terkadang merasa sangat kewalahan dengan memperkerjakan karyawan baru. Karyawan
baru tersebut harus mulai mempelajari segala sesuatu dari awal dan menurut
beliau ini bisa menjadi masalah besar ketika perusahan ini sedang mendapatkan
permintaan pengiriman tenaga kerja. Selanjutnya, permasalahan yang umum terjadi
adalah upah atau gaji yang sering kali di nilai terlalu rendah. Dan yang
terakhiri ialah konflik yang sering terjadi antara expatriat atau staff asing
yang di tempatkan oleh perusahan yang menjalin kerja sama dengan PT. Ruyung
Karya Mandiri dengan karyawan setempat. Beberapa karyawan mengaku bahwa
terkadang perbedaan budaya yang sering kali mengakibatkan munculnya kesalahpahaman.
Pada contoh kasus di tahun 2007, PT.Ruyung Karya Mandiri menjalin kerjasama
dengan salah satu hotel di Dubai dalam mencari waitres serta room
cleaning service untuk
hotel tersebut. Sekitar 3 orang delegasi dari Dubai pun ditugaskan ke Jakarta
untuk menyeleksi calon kandidat, karena perbedaan budaya dimana orang Dubai
berbicara memang dengan nada keras dan lantang beberapa karyawan merasa bahwa
mereka diperlakukan tidak baik. Padahal orang Dubai tidak bermaksud demikian,
hal tersebut karena kebiasaan menggunakan intonasi yang tinggi.
v Analisis:
Dalam kasus diatas termasuk kedalam masalah suber daya manusia
eksternal karena mlihat dari beberapa permasalahan yang di hadapi oleh bapak
Asmawi di PT. Ruyung Karya Mandiri, kita dapat melihat bahwa permasalahan ini
semua bersumber kepada rendah nya gaji karyawan sehingga membuat karyawan
menjadi tidak mempunyai tanggung jawab dan mudah untuk tergoda dengan penawaran
kerja di tempat lain yang menawarkan gaji dan tunjangan yang lebih tinggi
daripada di PT. Ruyung Karya Mandiri. Untuk mengatasi hal ini perusahaan tidak
selalu harus menaikkan gaji tapi dapat di gantikan dengan memberikan kebebasan
kepada karyawan untuk dilibatkan dalam pengambilan keputusan pekerjaan sehingga
ia merasa memiliki wewenang dan tanggung jawab atas pekerjaannya sendiri. Dan pemberian jaminan kesehatan atau pendidikan
untuk yang sudah memiliki anak dapat di lakukan sebagai bentuk fasilitas yang
diberikan perusahan.
Kasus Bank Century di Indonesia
Contoh nyatanya adalah Bank Century di Indonesia.
Bank yang berdiri pada 6 desember 2004 tersebut, pada akhirnya harus kolaps dan meninggalkan berbagai masalah yang
sampai sekarang masih belum tuntas, bahkan masalah tersebut seakan-seakan
berangsur menghilang. Tahun 1989 Bank ini dibuat oleh Robert Tantular dengan
nama Bank Century Intervest
Corporation (Bank CIC). Dari
awal kemunculannya saja, bank ini sudah menimbulkan keraguan karena proses
perencanaannya yang tidak optimal. Terbukti pada bulan Maret tahun 1999, Bank
CIC melakukan penawaran umum terbatas atau biasa disebut rights issue pertama pada Maret 1999 kepada Bank
Indonesia. Di bawah naungan Robert Tantular, Bank ini dinyatakan tidak lolos
uji kelayakan dan kepatutan oleh Bank Indonesia. Lalu pada tahun 2002, auditor
Bank Indonesia menemukan rasio modal Bank CIC minus 83,06% sehingga menyebabkan
Bank tersebut kekurangan modal sebesar Rp. 2,67 Triliun. Bulan Maret 2003 Bank
CIC melakukan penawaran umum terbatas yang ke-3, namun lagi-lagi gagal.
Alasannya, karena pada tahun yang sama Bank CIC diketahui memiliki masalah yang
terindikasikan dengan surat-surat berharga valuta asing sekitar Rp. 2 Triliun.
Atas saran dari Bank Indonesia, akhirnya pada 22 Oktober 2004 Berdiri Bank
Century dari merger Bank Danpac, Bank Pikko, dan Bank CIC dengan pengesahannya
tanggal 6 Desember di tahun yang sama. Melalui bukti ini, cukup kiranya
menjadikan Bank Century sebagai contoh dalam proses perencanaan yang kurang
baik. Terlihat dari masalah minus modal sehingga menyebabkan Bank ini ditolak right issue_nya, seharusnya
kalau memang perecanaannya itu baik, mestinya dari awal sudah tahu kalau modal
yang ada masih belum cukup untuk membangun sebuah Bank. Ditambah kasus yang
tidak kunjung selesai dan masih menimbulkan tanda tanya besar seputar
pengeluaran dana talangan Rp 6,762 trilyun untuk membantu Bank Century dalam
mengganti uang nasabahnya yang tidak bisa dikembalikan. Terkait masalah ini,
penyebab utamanya adalah ketidaksinambungan proses pengelolaan dan pengendalian
risiko likuiditas.
v Analisis :
Dalam contoh kasus diatas merupakan masalah sumber daya manusia
dalam hal ekonomi global. Seharusnya
pelaksanaan pengelolaan dan pengendalian risiko likuiditas tersebut dilakukan
secara sistematis. Artinya dilakukan secara teratur. Tujuan utama dari
penerapan manajemen risiko likuiditas ini adalah memastikan tercukupinya dana
harian baik dalam keadaaan normal maupun dalam keadaan krisis. Jika perencanaan
manajemen risiko likuiditas yang dilakukan Bank Century (Bank CIC kala itu)
baik tidak akan ditemukan modal pada bank tersebut. Namun kenyataan yang
terjadi di lapangan, auditor Bank Indonesia justru menemukan minus tersebut.
Hal ini tentu saja patut dipertanyakan kebenarannya, serta patut dikonfirmasi kebenaran pengecekan tersebut, apa benar
terdapat minus modal jika perencanaan yang dilakukan Bank Century itu sudah
baik. Tetapi, tentunya pihak Bank Indonesia tidak akan semudah itu memutuskan
kalau tidak ada bukti-bukti yang relevan terkait Bank tersebut. Sasaran dari pada manajemen risiko likuiditas itu sendiri adalah mengidentifikasi,
mengukur, memantau, serta mengendalikan jalannya aktivitas kegiatan Bank. Masih dalam masalah minus modal
tadi, dibuat pengandaian saja bahwa pihak Bank Century telah melakukan kegiatan
manajemen risiko likuiditas. Pertanyaannya, kenapa masih terdapat minus modal
kalau memang sudah melakukan hal tersebut? Seburuk-buruknya penerapan manajemen
risiko likuiditas, apabila dilakukan dengan benar maka dampak negatif (apabila
ada) yang akan ditimbulkan tidak akan terlalu besar. Jawaban yang relevan dari
pertanyaan tersebut adalah karena proses pengelolaan dan pengendalian risiko
likuiditas tidak dilakukan secara sistematis dan not built control oleh setiap unit kerja. Artinya,
tidak ada koordinasi yang baik antara pihak atasan dengan bawahan terkait
dengan pengelolaan dan pengendalian risiko likuiditas yang telah diterapkan.
Mungkin saja ada faktor lain yang mempengaruhi mengapa Bank Century kala itu
mengalami minus modal. Bisa saja karena sebagian besar uangnya telah dicuri,
atau faktor-faktor lain di luar perkiran manusia.
Referensi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar