Nama : Rachma Sisca Wardani
Kelas : 3PA11
NPM : 18514676
PARAFILIA
Parafilia berasal dari
kata “para” yang berarti penyimpangan pada apa yang membuat orang tertarik
(“philia”). Mengacu pada sekelompok gangguan yang melibatkan ketertarikan
seksual terhadap obyek yang tidak biasa atau aktivitas seksual yang tidak biasa
(Davison & Neale, 2001). Seseorang mungkin menampilkan satu atau lebih
parafilia, dan pola ini mungkin merupakan aspek dari gangguan mental lain
seperti skizofrenia, depresi, atau salah satu gangguan kepribadian.
Istilah gangguan
parafilia terdiri dari dua kata, yakni para = ketertarikan yang abnormal dan
filia = rasa takut yang tidak semestinya. Jadi parafilia adalah bentuk
penyimpangan seksual yang ditandai dengan ketergantungan seksual kepada
objek-obejek seksual yang tidak semestinya.
Adapun ciri-ciri
gangguan parafilia adalah diferensiasi yang sudah ada, adanya unsur sama-sama
suka sehingga memperoleh keterampilan objek seks menurut stimulus yang diterima
dari orang dewasa pada masa kanak-kanak dan fantasi seks masa kanak-kanak yang
salah dan diperkuat dengan kegiatan masturbasi dan dorongan seks ekstrem kuat
yang dikombinasikan dengan cara berfikir yang abnormal.
Pada umumnya diasumsikan
bahwa parafilia itu lebih banyak ditemukan pada para pria, kecuali masokhisme
seksual lebih banyak ditemukan pada para wanita (American Psychiatric Association, 1987:281).tetapi, mengingat sifat
dari gangguan-gangguan itu sangat privat dan larangan-larangan masyarakat untuk
melaporkannya, maka kita tidak mungkin menarik kesimpulan yang pasti mengenai
jumlah orang-orang yang mengalami gangguan-gangguan tersebut.
v
Bentuk-bentuk parafilia
1.
Fetisisme
2.
Voyeurisme (Mengintip)
3.
Ekshibisionisme
4.
Sadisme Seksual
5.
Masochism Sexual
6.
Incest
7.
Transvestic Fetishism
8.
Pedofilia
9.
Frettorism
10.
Nekrofilia
11.
Zoofilia
v
Etiologi (disarikan dari Davison & Neale, 2001)
a)
Sudut pandan psikodinamik
Parafilia dipandang
sebagai reaksi defensif, melindungi ego dari ketakutan dan ingatan yang direpres,
dan merepresentasikan fiksasi pada tahapan pragenital dalam perkembangan
psikoseksual. Orang yang mengidap parafilia dipandang sebagai seseorang yang
takut pada hubungan heteroseksual yang konvensional, bahkan untuk hubungan yang
tidak berkaitan dengan seks. Perkembangan sosial dan seksualnya tidak matang,
dan tidak kuat untuk menjalani hubungan
sosial maupun seksual dalam dunia orang dewasa.
b)
Sudut pandang Cognitive- Behavioral
Beberapa ahli
berpandangan bahwa parafilia berasal dari kondisioning klasik yang kebetulan
berhubungan dengan rangsangan seksual dengan kelompok stimulusyang secara
budaya dianggap tidak sesuai untuk menimbulkan rangsangan seksual (Kinsey,
Pomeroy, & Martin, 1948).
Namun pandangan cognitive-behavioral tentang parafilia
saat ini multidimensional, dan menyatakan bahwa parafilia adalah hasil dari
berbagai faktor yang berpengaruh pada individu. Sejarah masa kanak-kanak dari
orang yang mengidap parafilia menunjukkan seringkali mereka merupakan korban
penyiksaan fisik dan seksual dan tumbuh dalam keluarga. Pengalaman ini dapat
berkonstribusi terhadap rendahnya tingkat keterampilan sosial, rendahnya
kepercayaan diri, kesepian , dan tidak adanya hubungan yang intim.
Distorsi kognitif juga
dianggap berperan dalam pembentukan parafilia. Sedangkan dari perspektif kondisioning
klasikal, parafilia merupakan hasil dari pembelajaran keterampilan sosial yang
tidak adekuat atau penguatan yang tidak konvesional dari orang tua.
v
Penangan (disarikan dari
Davison & Neale, 2001)
1. Pendekatan Psikoanalitik
→ sedikit sekali terapi
psikoanalisa yang efektif untuk menangani parafilia
2. Pendekatan Behavioral → salah satu cara yang
dilakukan adalah melalui reorientasi orgasmik, yaitu pasien belajar untuk lebih
terangsang pada stimulus seksual yang konvensional, dengan berhadapan dengan
stimulus tersebut.
3. Pendekatan Kognitif → terapi aversi ini
digunakan untuk meng-counter kesalahan
berpikir dari individu dengan parafilia. Teknik lain adalah dengan mengajarkan
empati terhadap orang lain, bahwa perilaku mereka mepengaruhi orang lain.
4. Pendekatan Biologis → beberapa intervensi
biologis dilakukan sejak masa lalu, antara lain adalah kastrasi atau
pengangkatan testis. Sedangkan saat ini, penanganan bilogis untuk parafilia
adalah dengan menggunakan obat. Yaitu dengan menggunakan jenis MPA yang menurunkan tingkat testosterone pada pria,
sehingga diharapkan akan dapat menurunkan rangsangan seksual dan perilaku yang
tidak dikehendaki juga tidak akan dilakukan lagi.
v
Penanganan Psikologis:
1.
Cara Covert Desensitization
Yaitu dengan cara me-review mental dan perilaku secara
berulang-ulang dengan konsekuensi aversif dalam membangun asosiasi negative
dengan penilaian perilaku menyimpang tersebut. Disini dilakukan intervensi
kognitif-behavioral untuk mengurangi perilaku yang tak dikehendaki dengan cara
klien membayangkan konsekuensi-konsekuensi yang sangat aversif dari perilakunya
dan membangun asosiasi negative jika ingin memperoleh reward atau ketika dia mampu mengalahkan asosiasi positifnya.
2.
Cara Orgasmic Reconditioning
Yaitu dengan cara
memasangkan stimulus-stimulus yang pantas dan menciptakan pola rangasangan seksual yang postif. Prosedurnya menekankan
konsep belajar, yakni membantu klien untuk memperkuat pola-pola rangsangan
seksual yang semestinya dengan cara memasangkan stimuli-stimuli yang tepat
dansesuai dengan sensasi seksual yang menyenangkan.
3.
Relapse Preventation (pencegahan kekambuhan gangguan)
Adalah suatu metode yang
digunakan sebagai adiksi dan pencegahan gangguan parafilia. Metode ini
melakukan preparasi terapi (memperpanjang proses terapeutik) guna mengatasi
gangguan seks dalam berbagai situasi sulit dimasa yang akan datang. Penderita
diajari untuk mengenal tanda-tanda awal godaan gangguan seksual dengan melatih
berbagai pengendalian diri sebelum hasrat seksual menyimpang menjadi kuat.
Klien diajari untuk bisa mengatasi,
mengendalikan, dan menyelesaikan
masalah kelainan seks. Tingkat keberhasilan prosedur relapse preventation relative tinggi jumlah orang yang berhasil
ditangani dengan metode ini sangat bervariasi.
Maletzky (dalam Mark
Durrand dan David Barlow, 2006) mendefinisikan bahwa keberhasilan terapi
gangguan parafilic sangat tergantung
pada :
·
Kemauan dan kemampuan dalam menyelesaikan setiap sesi penanganannya
·
Memperlihatkan ada tidaknya suatu rangsangan seksual yang menyimpang pada
tes fisiologis objektif dalam setiap sesites.
·
Melaporkan tidak adanya rangsangan atau perilaku seksual yang menyimpang
setelah penanganan berakhir.
·
Tidak memiliki catatan hokum atas tuduhan aktivitas seks yang menyimpang.
v
Penanganan Medis
Yaitu memberikan
obat-obatan, seperti:
1.
Anti androgen (cypterone
acetate) yaitu
jenis obat psikiatrik yang berfungsi mengeliminasi nafsu dan fantasi seksual
atau dengan cara menguarangi tingkat testosterone secara dramatis. Biasanya
fantasi dan rangsangan seksual dari penderita akan muncul kembali jika
pemberian obat anti androgen dihentikan.
2.
Medroxy Progesterone yaitu jenis obat yang
berfungsi untuk menghilangkan hormon
progesterone dengan cara memberikan suntikan obat tertentu kepada penderita
gangguan parafilia, terutama jika penderitanya melakukan penyerangan seksual.
3.
Triptorelin yaitu jenis obat yang
menghambat sekresi gonad tropin pada laki-laki dan dianggap lebih efektif dan
sedikit efek samping.
REFERENSI
Fausiah, F. & Widury, J. 2005.Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).
Pieter, H.Z., dkk. 2011. Pengantar Psikopatologi untuk Keperawatan. Jakarta: Kencana.
Semiun, Y. 2006. Kesehatan
Mental 2. Yogyakarta: Canisius.